
DENPASAR, BALIPOST.com – Lomba Masatua Bali yang pesertanya merupakan krama istri atau para ibu dari Paiketan Krama Istri (Pakis) digelar pada Kamis (20/2) di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar. Lomba ini diakui para ibu-ibu yang menjadi peserta makin mengasah kemampuan mereka dalam menuturkan cerita ke anak-anak.
Mereka menilai bercerita sangat penting untuk pendidikan karakter anak. Diungkapkan salah satu peserta, Ida Ayu Gede Sasrani Widyastuti, yang mewakili Kota Denpasar, mengikuti lomba ini memberikan banyak manfaat, terutama dalam hal pendidikan karakter bagi anak-anak. “Saya merasa menjadi seorang ibu yang seutuhnya dalam mendidik karakter anak. Bercerita dalam Bahasa Bali sangat penting karena banyak ibu-ibu yang kini lebih sering menggunakan bahasa nasional atau asing. Padahal, dalam tutur cerita ada nilai-nilai moral yang dapat ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Sasrani.
Dalam lomba ini, Sasrani membawakan cerita berjudul Ibukal Pesu Peteng, yang mengajarkan pentingnya gotong royong dan kerja keras. “Cerita ini berkisah tentang seekor hewan yang malas bergotong royong dan hanya ingin menikmati hasil kerja orang lain. Hal ini menjadi cerminan bagi kita agar selalu bekerja keras dan tidak hanya mengharapkan hasil tanpa usaha,” tambahnya.
Sasrani juga mengungkapkan bahwa persiapannya untuk mengikuti lomba ini cukup singkat, hanya sekitar dua minggu. “Sebagai seorang ibu, saya sudah terbiasa bercerita kepada anak-anak setiap hari, baik saat makan maupun menjelang tidur. Namun, untuk perlombaan ini, ada tata krama dan aturan yang harus dipatuhi, seperti penggunaan Bahasa Bali yang sesuai dengan jenis cerita yang dibawakan,” jelasnya.
Sementara itu, peserta lain, Kadek Susan Teoriski dari Singaraja mengaku mencintai dunia seni sejak kecil. “Saya sangat mencintai Bahasa Bali dan budaya Bali, sehingga ketika ada peluang untuk mengikuti perlombaan ini, saya sangat antusias. Persiapan saya untuk lomba ini cukup singkat karena banyaknya kesibukan. Namun, dengan latihan selama beberapa minggu, saya merasa siap untuk tampil di panggung,” ungkap Susan.
Susan juga berbagi pengalamannya dalam dunia mesatua. “Terakhir kali saya mengikuti lomba mesatua adalah saat saya masih kelas 3 SD. Setelah berkeluarga, saya tidak pernah mengikuti lomba lagi, dan tahun ini saya mencoba kembali. Meskipun lama tidak tampil, saya merasa persiapan saya sudah cukup matang,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu juri dalam lomba masatua ini, Dr. Ida Bagus Rai Putra, mengatakan kompetisi kali ini lebih berkualitas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Para peserta telah mempersiapkan diri dengan baik setelah melalui seleksi di masing-masing kabupaten/kota.
Menurutnya, penilaian dalam lomba ini didasarkan pada beberapa aspek penting, yaitu keutuhan cerita, vokal, bahasa, kemampuan bercerita, penghayatan, serta interaksi dengan audiens. “Keutuhan cerita menjadi aspek utama yang dinilai. Selain itu, vokal juga berperan penting dalam penceritaan, di mana peserta harus mampu menyesuaikan suara dengan karakter tokoh yang diperankan. Bahasa yang digunakan pun harus sesuai dengan standar Bahasa Bali yang baik dan benar,” ujarnya. (Pande Paron/Wahyu Widia/balipost)