Red devil yang berhasil ditangkap di Danau Batur, Kintamani. (BP/Ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Berbagai upaya telah dilakukan Pemkab Bangli dan pembudidaya ikan nila/nelayan untuk mengendalikan populasi ikan red devil di Danau Batur, Kintamani. Namun Populasi ikan predator ini masih tinggi dan menjadi ancaman serius bagi ekosistem danau.

I Made Antara, pembudidaya ikan nila di Danau Batur mengatakan populasi red devil di Danau Batur masih banyak, bahkan semakin tinggi. Untuk mengendalikannya, dirinya dan beberapa pembudidaya lainnya di Desa Buahan terus melakukan upaya penangkapan dengan cara menjebak red devil ke dalam keramba. “Jadi kita biarkan KJA kosong barang 2-3 lobang. Setelah itu ditebar pakan di sekitar keramba biar red devilnya masuk. Kalau tidak dengan cara seperti itu, sulit,” ungkap Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Bangli itu, Minggu (23/2).

Baca juga:  Ingin Panjang Umur? Konsumsi Makanan Ini

Meski cara tersebut diakui efektif, namun dirinya mengaku kewalahan untuk mengendalikan red devil sebab populasinya di Danau Batur sangat tinggi. Dalam seminggu Antara mengaku hanya bisa mengeluarkan sekitar 50 kg red devil dari danau. Ikan predator itu kemudian dijual ke pembeli asal Klungkung untuk dipakai tepung ikan. Per kilonya hanya dihargai Rp 5 ribu.

Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli I Wayan Sarma mengakui bahwa berbagai upaya pengendalian populasi ikan red devil yang selama ini dilakukan masih belum efektif dalam menekan populasi ikan predator tersebut secara signifikan. Menurutnya itu terjadi karena upaya pengendalian dengan penangkapan kurang dilakukan secara masal.

Baca juga:  PUPR Gianyar Tangani 50 Ruas Jalan Lingkungan di 2023

Dikatakan juga bahwa hasil tangkapan red devil tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena harga jual rendah dan sulit dipasarkan. Pihaknya sempat menawarkan red devil hasil tangkapan nelayan kepada pengusaha pabrik pakan ternak yang ada di Pengambengan Jembrana, untuk diolah menjadi tepung ikan. Akan tetapi belum ada kesepakatan harga yang tercapai. “Dulu pernah juga kami tawarkan ke taman burung, tapi tidak diminati,” ujarnya.

Dikatakan juga upaya lainnya yang sudah dilakukan melalui pemanfaatan ikan Red Devil untuk menjadi kuliner yaitu berupa olahan krispi. Di Bangli sudah ada beberapa kelompok masyarakat yang mengolah red devil menjadi makanan ringan. “Akan tetapi serapannya belum maksimal. Paling yang dibutuhkan hanya sekitar 5 kg sehari. Itupun hanya untuk ikan ukuran menengah dan besar,” kata Sarma.

Baca juga:  Poppies II Kuta Rawan Kejahatan

Dalam mengatasi masalah populasi red devil di Danau Batur, pejabat asal Desa Tembuku itu mengungkapkan bahwa pada tahun ini BRIDA Provinsi Bali akan melakukan penelitian secara komprehensif, mulai dari meneliti kemunculan red devil hingga cara penanggulangannya.

Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan akan ditemukan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan untuk mengatasi populasi red devil di Danau Batur. “Kalau upaya kami dari Dinas PKP Bangli belum ada, karena memang belum ada anggaran untuk penanganan red devil. Kami hanya bisa mengimbau nelayan yang menangkap ikan tersebut agar tidak melepaskannya kembali ke danau,” imbuhnya. (Dayu Swasrina/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *