Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Otonomi Daerah di Indonesia hadir dalam semangat memajukan pembangunan di daerah demi menyejahterakan warganya. Model desentralisasi ini dilandasi dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Adanya pelimpahan wewenang tata kelola pemerintahan ke daerah, ditindaklanjuti dengan pengucuran dana perimbangan guna membantu keuangan daerah atau yang sekarang lebih dikenal sebagai dana transfer ke daerah. Selain itu daerah juga mendapat haknya dari sumber daya alam yang dieksplorasi di wilayahnya.

Ada beberapa jenis dana transfer ke Daerah. Secara umum ada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Secara khusus terdapat Dana Otonomi Khusus (untuk Papua dan Aceh), Dana Keistimewaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Serta ada Dana Desa dan Insentif fiskal.

Dari tahun ke tahun, dana transfer ke daerah ini justru semakin meningkat. Hal ini juga seiring penambahan/pemekaran wilayah yang terjadi. Akibat pemekaran wilayah, data Badan Pusat Statistik saat ini menunjukkan terdapat 38 Provinsi, 416 Kabupaten, dan 98 Kota di seluruh wilayah administrasi Indonesia.

Baca juga:  Mengenang KAA untuk Kesuksesan Olimpiade

Dana transfer ke daerah ini dimaksudkan sebagai upaya pemerintah pusat memberi modal kepada daerah guna menggali dan memperbesar sumber keuangannya sesuai potensi yang dimiliki daerah. Sehingga pada kelanjutannya daerah akan memiliki kemandirian keuangan dalam mengelola wilayah guna menyejahterakan warganya.

Namun sayangnya kemandirian keuangan daerah belum bisa terwujud sepenuhnya, meski otonomi daerah telah berlangsung lebih dari dua dekade. Justru ada indikasi adanya ketergantungan keuangan daerah yang semakin tinggi dengan pemerintah pusat. Sehingga patut menimbulkan pertanyaan, apakah otonomi daerah benar-benar sudah otonom.

Situasi ini terlihat sejak terbitnya Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 pada 22 Januari 2025, telah mengusik banyak pemerintah daerah karena belum siap menghadapi keketatan anggaran. Analisis lembaga penelitian sebuah surat kabar harian nasional menunjukkan besarnya ketergantungan fiskal yang tinggi dari porsi dana transfer ke daerah jika dibanding pendapatan daerah. Secara rata-rata nasional 79,4 persen pendapatan daerah berasal dari dana transfer ke daerah dari pemerintah pusat. Ternyata daerah memang belum otonom secara keuangan.

Baca juga:  Tingkatkan Kualitas Udara, Perbaiki Tata Kelola Ekosistem Bali

Data APBD 2023 menunjukkan bahwa dari 508 kabupaten/kota di Indonesia hanya 22 kabupaten/kota (4,3 persen) yang ketergantungan atas dana transfer daerahnya kurang dari 50 persen. Kabupaten/kota dengan ketergantungan fiskal yang rendah adalah Kabupaten Badung (11,7 persen), Kota Surabaya (24,2), Kota Semarang (28,6), Kota Tangerang Selatan (31,4). Kemudian Kota Bekasi (31,5), Kota Medan (34), Kota Tangerang (35,2), Kota Depok (35,7), Kabupaten Gianyar (38,3). Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan pembangunan yang berdampak pada kesenjangan kegiatan ekonomi dan membuat daerah tidak bisa menggali sumber keuangan yang lebih baik.

Baca juga:  Omicron dan ”Gerdikhat”

Memang diperlukan inovasi dan kreativitas dari para pimpinan pemerintah daerah agar bisa menggali dan sekaligus memperluas sumber keuangannya guna mencapai kemandirian fiskal. Tentu saja juga diperlukan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, utamanya bagi para aparatur sipil negara yang menjalankan tata kelola pemerintahan daerah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa efisiensi anggaran akan menjadi budaya baru dalam penggunaan anggaran di lembaga negara Pusat maupun Daerah. Namun tentu saja juga diperlukan komunikasi yang lebih baik dari pihak Pemerintah Pusat dalam memberikan penjelasan dan transparansi yang detail tentang rincian bentuk efisiensi.

Penulis Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *