
AMLAPURA, BALIPOST.com – Hari Raya Nyepi 2025 semakin dekat. Masyarakat Bali mulai bersiap untuk menyambut hari suci tersebut dengan berbagai tradisi khasnya. Salah satu tradisi yang paling dinantikan adalah pawai ogoh-ogoh, yang menjadi ajang bagi para pemuda untuk menampilkan kreativitas mereka dalam seni rupa dan budaya.
Di Banjar Adat Widyasari, Kabupaten Karangasem, persiapan pembuatan ogoh-ogoh sudah berlangsung dengan penuh semangat. Tahun ini, ogoh-ogoh yang dibuat oleh para pemuda banjar mengusung tema “Manik Angkeran”, sebuah kisah klasik yang sarat dengan nilai moral dan filosofi kehidupan.
Arya (23), seorang pemuda asal Karangasem yang juga sebagai Wakil Ketua STT (Sekaa Teruna Teruni), menjelaskan bahwa tema “Manik Angkeran” dipilih karena memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Bali.
“Kisah ini bercerita tentang seorang anak yang terjerumus dalam perjudian hingga mengorbankan segalanya, termasuk keluarganya. Namun, lewat kesalahan yang ia perbuat, ada pelajaran tentang perubahan, kesadaran diri, dan pengampunan,” ujar Arya saat diwawancarai melalui telepon, Selasa (4/3).
Tak hanya mengangkat cerita rakyat, ogoh-ogoh ini juga terinspirasi dari Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali yang menjadi ikon Kabupaten Karangasem. Gunung Agung dalam kisah ini menjadi saksi perjuangan seorang ayah, Sidi Mantra, yang berusaha menyelamatkan anaknya dari kehancuran akibat keserakahan.
“Dengan menjadikan Gunung Agung sebagai inspirasi, kami ingin menyampaikan pesan bahwa kekuatan alam tidak hanya menakutkan, tetapi juga bisa menjadi pengingat akan nilai-nilai kehidupan,” tambah Arya.
Saat ini, progres pembuatan ogoh-ogoh telah mencapai sekitar 50%, dengan tahap pengerjaan yang sudah memasuki proses penempelan tisu. Struktur dasar yang menggunakan rangka dari bambu dan kawat sudah terbentuk, dan tim kreatif sedang fokus pada tahap detail untuk memberikan bentuk dan tekstur pada ogoh-ogoh.
Namun, proses pengerjaan ini tidak lepas dari kendala. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah dalam pembuatan sayap ogoh-ogoh. “Bobot sayap yang cukup berat menjadi kendala utama, karena mesin yang kami gunakan untuk menggerakannya kurang memiliki kekuatan yang cukup. Hal ini membuat gerakan sayap tidak maksimal,” jelas Arya.
Meski menghadapi kendala, semangat para pemuda banjar tetap tinggi untuk menyelesaikan ogoh-ogoh tepat waktu dan menghadirkannya dalam pawai nanti.
Arya juga berharap agar di tahun ini pemerintah bisa memberikan dukungan lebih, baik dari segi anggaran maupun fasilitas, sehingga kreativitas para pemuda dapat lebih maksimal.
“Kami ingin agar perlombaan ogoh-ogoh diadakan di tingkat kecamatan, sehingga lebih banyak banjar dan desa yang bisa berpartisipasi. Jika memungkinkan, festival ogoh-ogoh juga perlu digelar agar seni budaya ini semakin dikenal, baik oleh masyarakat lokal maupun wisatawan,” ungkapnya.
Menurutnya, festival semacam ini bisa menjadi ajang apresiasi seni yang lebih besar, serta membantu melestarikan warisan budaya Bali agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.
Dengan semangat dan dedikasi para pemuda Banjar Adat Widyasari, ogoh-ogoh bertema “Manik Angkeran” ini diharapkan dapat menjadi daya tarik utama dalam perayaan Nyepi tahun ini. Tidak hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya pengendalian diri, perubahan, dan makna pengampunan dalam kehidupan. (Agus Pradnyana/balipost)