Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Danantara dapat menjadi tonggak baru dalam investasi nasional yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di negeri ini. Namun, di sisi lain, ia bisa pula menjadi ancaman baru bagi perekonomian Indonesia karena berpotensi menjadi sarang megakorupsi.

Diresmikannya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 24 Februari 2025 silam, menandai titik balik penting dalam pengelolaan kekayaan negara ini. Sebagai dana abadi negara alias sovereign wealth fund (SWF), Danantara dirancang untuk mengoptimalkan investasi milik negara dan mempercepat industrialisasi. Namun, patut diingat, ambisi besar sering kali datang dengan risiko besar. Salah satunya adalah ancaman megakorupsi.

Maka, pertanyaannya adalah  akankah Danantara menjadi wahana investasi jangka panjang yang mendorong pembangunan nasional di Republik ini, atau justru berubah menjadi lubang hitam finansial berupa kegagalan dana investasi yang salah dikelola?

Sebagai superholding, dengan aset lebih dari 900 miliar dolar AS dan proyeksi dana awal 20 miliar dolar AS, Danantara digadang-gadang mampu meningkatkan efisiensi, sinergi, dan daya saing BUMN di bawah naungannya. Dengan pendekatan manajemen yang terintegrasi, Danantara diharapkan berperan dalam turut mengoptimalkan aset negara, mempercepat transformasi digital, serta meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham dan masyarakat.

Baca juga:  DPR Didorong Rampungkan RUU Perampasan Aset

Sebagai entitas strategis, Danantara diharapkan pula memiliki peran dalam meningkatkan tata kelola perusahaan BUMN, menarik investasi asing, serta mendorong inovasi dan kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional serta mampu mengakselerasi proyek-proyek strategis nasional (PSN).  Namun, sejarah mengingatkan bahwa pengelolaan portofolio investasi jumbo tanpa langkah pengawasan ketat dapat berujung pada skandal megakorupsi. Kasus 1Malaysia Development Berhad (1MDB) dapat menjadi contoh nyata bagaimana dana abadi negara dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kejahatan keuangan.

Pemerintah Malaysia meluncurkan 1MDB pada 2009 dengan tujuan antara lain menarik investasi asing, membiayai proyek infrastruktur, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, apa lacur, dana 1MDB malah menjadi bancakan korupsi, pencucian uang, dan intrik politik. 1MDB didanai melalui penerbitan obligasi dalam jumlah besar, dengan dukungan dari berbagai bank internasional seperti Goldman Sachs. Perusahaan ini memperoleh pinjaman dalam jumlah besar, yang seharusnya digunakan untuk membiayai investasi dan proyek-proyek pembangunan. Namun, laporan investigasi kemudian mengungkap bahwa banyak dana yang dikumpulkan oleh 1MDB tidak digunakan sesuai tujuan awal. Sebaliknya, sebagian besar dana tersebut diduga dikorupsi dan diselewengkan oleh sejumlah pejabat tinggi.

Baca juga:  Rasionalisasi Kenaikan Gaji ASN?

Dampak dari kasus 1MDB, akhirnya Najib Razak dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan didenda RM 210 juta (sekitar Rp 700 miliar) atas keterlibatannya dalam skandal ini. Skandal ini berkontribusi pula pada kekalahan Najib Razak dalam Pemilu Malaysia 2018, di mana koalisi oposisi Pakatan Harapan yang dipimpin Mahathir Mohamad berhasil menjadi pemenang.

Setidaknya, ada lima pelajaran utama dari kegagalan 1MDB yang relevan dan dapat menjadi pelajaran bagi keberadaan Danantara. Apa saja? Pertama, transparansi dan akuntabilitas adalah hal mutlak. Kurangnya audit independen dan keterbukaan keuangan memungkinkan korupsi merajalela.

Kedua, kekuasaan tanpa batas membuka peluang korupsi. Najib Razak memiliki kendali penuh atas 1MDB dengan sedikit pengawasan dari parlemen maupun regulator.

Ketiga, pers yang bebas dan masyarakat sipil yang aktif sangat penting. Jurnalis investigatif memainkan peran krusial dalam mengungkap skandal 1MDB. Maka, kebebasan pers dan keterlibatan publik harus dijamin untuk menjaga integritas Danantara. Keempat, institusi keuangan harus bertanggung jawab. Bank-bank global, termasuk Goldman Sachs, memfasilitasi transaksi 1MDB tanpa melakukan uji tuntas yang memadai.

Baca juga:  Peluang Investasi 42 Miliar Dolar AS akan Ditawarkan dalam Pertemuan IMF-WB

Kelima, kesadaran publik menentukan masa depan bangsa. Gelombang protes dan reaksi pemilih akhirnya membongkar skandal 1MDB. Dalam kontek ini, publik Indonesia harus tetap waspada agar Danantara benar-benar melayani kepentingan nasional, bukan kepentingan segelintir elite.

Sejatinya, Danantara dapat menjadi tonggak baru dalam investasi nasional yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di negeri ini. Namun, di sisi lain, ia bisa pula menjadi ancaman baru bagi perekonomian Indonesia karena berpotensi menjadi sarang megakorupsi. Oleh sebab itu, pemerintah harus memastikan standar tata kelolanya, serta menjamin Danantara beroperasi dengan transparansi penuh, serta pengawasan independen, dan akuntabilitas publik. Segenap rakyat Indonesia harus pula mengawal dan memastikan bahwa dana investasi yang dikelola Danantara benar-benar digunakan untuk kepentingan nasional, dan bukan sekadar alat bagi kepentingan segelintir elite penguasa di Republik ini.

Penulis, kolumnis dan bloger

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *