
AMLAPURA, BALIPOST.com – Tanam padi yang ada di Subak Lebu, Desa Lebu, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, kekurangan air karena mendangkalnya terowongan Bendungan Yeh Masih akibat endapan material ditambah rusaknya saluran irigasi yang terjadi di sejumlah titik yang mengaliri sawah di wilayah tersebut. Atas kondisi itu, sudah dipastikan belasan hektar tanaman padi milik petani di subak tersebut sudah dipastikan gagal tumbuh.
Bendahara Subak Lebu, I Wayan Sudiarta, mengungkapkan, kalau akibat kekurangan air karena mendangkalnya terowongan Bendungan Yeh Masih akibat endapan material ditambah rusaknya saluran irigasi yang terjadi di sejumlah titik, mengakibatkan tanam padi yang ada di Subak Lebu, Desa Lebu, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem tidak tumbuh maksimal. “Saya pastikan, belasan hektar tanaman padi milik petani di subak ini sudah dipastikan gagal tumbuh,” tegasnya.
Sudiarta mengatakan, padi yang gagal tumbuh ini usianya sudah menginjak 35 hari. Kata dia, seharusnya pada dengan usia itu, seharusnya tanaman padi mendapatkan air yang maksimal agar bisa tumbuh dengan sempurna. Namun, kenyataannya tanaman padi disini tidak mendapatkan air itu, makanya padi tak tumbuh seperti biasanya.
“Padi juga dipenuhi dengan rumput liar, akibat kering tak dapat air. Sehingga sangat sudah membersihkan rumput ini. Kalau saja kemarin tak turun hujan, sama sekali tak ada air alias kering,” katanya.
Menurut, Sudiarta, sesuai dengan tradisi yang ada di Subak Lebu, apabila padi upacara ngenteg sari atau belum berbulir, maka tanaman padi tidak boleh dilebur atau ditanami tanaman yang lainnya. Maka dari itu, meksipun gagal tumbuh seperti sekarang ini, tanaman padi dibiarkan seperti itu sampai datang upacara ngenteg sari. “Upacara ngenteg sari sendiri akan dilaksanakan sekitar 25 hari lagi, kalau sudah ada upacara itu baru bisa padi di lebur atau ditanami tanaman yang lainnya,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, dengan situasi seperti ini sejak beberapa tahun terakhir, para petani di subak ini biasanya hanya sekali menanam padi, dan selebihnya mereka menanam palawija.
“Biasanya petani hanya sekali menanam padi, dan dua kali menanam palawija karena krisis air ini,” tandanya sembari mengatakan, sudah ada lahan sudah masuk masa pengolahan, akan tetapi dibiarkan begitu saja karena tak dapat air untuk ditanami padi.
“Rencana lahan itu akan ditanami kacang,” tutup Sudiarta.
Sebelumnya Atas kondisi ini, kata Gung Dwi, pihaknya mendorong pemerintah daerah dalam hal ini Dinas PUPR serta Balai Wilayah Sungai (BWS) Penida agar segera bisa melakukan pengerukan terhadap terowongan yang adasi Bendungan Yeh Masih. Pasalnya, dengan adanya pendangkalan terowongan akibat endapan pasir dan bebatuan, membuat air tidak maksimal mengalir ke subak tersebut.
“Saya sudah langsung berkoordinasi dengan Dinas PUPR dan Balai terkait kondisi ini. Khusus dari Balai, tadi saya dapat informasi sudah dialokasikan anggaran untuk proses pengerukan itu, tinggal menentukan hari untuk proses penangan saja,” katanya.
Dia menjelaskan, untuk proses pengerukan terowongan yang panjangnya sekitar 800 meter tersebut bisa melibatkan banyak pekerja. Hal itu dilakukan agar proses pengerukan bisa berjalan cepat. “Kalau banyak pekerja kan pengerjaan bisa cepat selesai, kalau bisa jangan sampai lewat seminggu endapan di dalam terowongan sudah bisa dibersihkan,” katanya. (Eka Parananda/Balipost)