Masyarakat Banjar Teba Jimbaran kembali menyelenggarakan tradisi Siat Yeh, Minggu (30/3). (BP/par)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Masyarakat Banjar Teba Jimbaran kembali menyelenggarakan tradisi Siat Yeh. Tradisi yang digelar saat Ngembak Geni atau sehari setelah perayaan Nyepi dilaksanakan di depan Banjar Teba, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung pada Minggu (30/3).

Kelian Adat Banjar Teba, I Wayan Eka Santa Purwita, tradisi siat yeh atau perang air menjadi kegiatan rutin setiap Ngembak Geni. Tradisi ini merupakan upacara penglukatan yang disimbolkan dengan siat yeh.

Baca juga:  WN Australia Diduga Keroyok Hingga Intimidasi Warga Jombang

“Tradisi ini sebagai wujud rasa syukur dan bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan diharapkan mampu meningkatkan kualitas diri serta menjadi dasar untuk kehidupan yang lebih baik,” katanya.

Eka berharap melalui Siat Yeh, unsur negatif dari dalam diri manusia dan alam semesta dapat dilebur. Tradisi ini juga mencakup prosesi nunas toya di pantai timur (Suwung) dan pantai barat (Pantai Jimbaran), serta nunas toya di sumur Pura Kahyangan Jagat Ulun Swi dan campuhan air tawar dan air laut.

Baca juga:  Dari Tempat Dugem Dirazia hingga Jembrana Kembali Alami Puluhan Kasus COVID-19

Seperti diketahui, Tradisi Siat Yeh telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta memiliki hak cipta dari Kementerian Hukum dan HAM. Dengan partisipasi sekitar 200 anggota sekaa teruna dan sekitar 300 krama, tradisi ini terus menjadi kolaborasi dan transformasi informasi terhadap budaya setempat.

“Siat Yeh adalah rekonstruksi dari kebiasaan masyarakat terdahulu yang sebelumnya dilaksanakan pada hari raya Nyepi,” katanya.

Baca juga:  Pemuda Asal Bima dan Pemangku dari Denpasar Diamankan saat Nyepi

Meskipun sekarang tidak lagi memiliki kesempatan untuk beradu air saat Nyepi, Banjar Teba dengan antusias merekonstruksi tradisi ini menjadi Festival Budaya Siat Yeh. Rai Dirga menambahkan bahwa kegiatan ini memberikan kesempatan kepada sekaa teruna untuk berekspresi bersama dengan krama, menciptakan kolaborasi dan transformasi informasi terhadap budaya setempat. (Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *