Produk kerajinan Bali. (BP/Wir)

GIANYAR, BALIPOST.com – Penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai negara termasuk Indonesia sebesar 32 persen dinilai akan berdampak positif bagi Ekspor Bali.

Asosiasi Eksportir dan Produsen Handycraft Indonesia (Asephi) Bali berharap, tarif 32 persen dari Presiden Amerika Serikat (Donald Trump) bisa mendatangkan keuntungan bagi para eksportir dari Bali.

Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Asephi Bali, Ketut Dharma Siadja, Senin (7/4), mengatakan bahwa tarif yang dikenakan kepada Indonesia lebih kecil bila dibandingkan dengan China 34 persen, dan Thailand 36 persen. Hal itu tentunya bisa memberi kesempatan bagi barang-barang dari Indonesia untuk dipasarkan di AS dengan menggantikan barang dari negara lain yang dikenakan tarif lebih tinggi.

Baca juga:  Warga Tuban Serbu Toko Emas

Dari satu pihak, Eksportir dari Bali juga bisa mengambil keuntungan, karena negara, seperti China dikenakan tarif paling tinggi, sehingga barang produksi China, bea masuknya tinggi saat tiba di AS. “Bisa jadi, kita mengambil kesempatan menggantikan posisi barang-barang dari negara lain yang terkena tarif tinggi tersebut,” ucapnya.

Dharma Siadja menjelaskan, dampaknya tidak saja ke usaha besar, tetapi di Bali, karena tidak ada usaha besar di ekspor akan berdampak langsung khususnya ke sektor UKM/UMKM. Ini baik di di bidang kerajinan kayu, emas perak, rotan, bambu, gerabah, dan furniture.

Meskipun berharap adanya keuntungan dari persaingan pasar dengan negara lain, Dharma Siadja menekankan, tidak menutup kemungkinan tarif bea masuk 32 persen ini bisa berpengaruh terhadap nilai jual barang, terlebih dengan turunnya kurs rupiah dari dolar AS, yang dapat membuat harga barang dari Indonesia menjadi lebih murah di pasaran AS.

Baca juga:  Pabrik Anoda Baterai Litium Kendal Buat Indonesia Disegani

“Untuk ke depan, pasti akan ada penurunan permintaan karena pembeli-pembeli kita di AS juga takut barang-barang kita akan lebih mahal tiba di AS, hanya saja untuk kerugian, belum bisa diprediksi berapa persen,” ucapnya.

Menurut Dharma Siadja, saat ini para pembeli di AS masih menganalisis setiap barang yang diekspor dari Bali dengan menghitung tarif bea masuk setiap barangnya. Untuk komoditas ekspor ke AS didominasi kerajinan kayu, emas, perak, rotan, ikan, vanili, dan garmen.

Baca juga:  Empat Kali Pecah Rekor di PPKM Darurat, Peta Zona Risiko Bali Memburuk

Untuk mengantisipasi dampak buruk dari penetapan bea masuk 32 persen tersebut, Dharma Siadja menegaskan, Asephi Bali akan melakukan langkah cepat dengan mencari alternatif pasar baru yang lebih menguntungkan dan tentunya barang yang diekspor juga sesuai selera. Saat ini pasar yang tepat dan cepat tentunya negara-negara di benua Eropa.

Ketut Dharma Siadja menambahkan, pemerintah diharapkan juga bisa mengantisipasi, dan membuat kebijakan dengan baik, sehingga menjadi kesempatan meningkatkan barang-batang dari Bali masuk ke pasar global. Di samping itu, perlu adanya perhatian bagi para pelaku UKM dengan cara difasilitasi untuk melakukan pameran ke luar negeri sembari dibekali pelatihan-pelatihan agar bisa melakukan ekspor barang kerajinannya ke luar negeri. (Wirnaya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *