
DENPASAR, BALIPOST.com – Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana yang menjadi terpidana memilih tidak mengajukan upaya hukum banding setelah dihukum selama empat tahun penjara. Akan tetapi, terpidana Ketut Riana melalui kuasa hukumnya I Gede Pasek Suardika, memilih mengajukan upaya hukum kasasi.
Dikonfirmasi, Senin (7/4), Pasek Suardika membenarkan, pihak Ketut Riana mengajukan upaya hukum kasasi. Namun saat ditanya alasan kasasi, Pasek menyatakan, selain karena adanya kehilafan hakim, juga ada vovum. Namun saat ditanya novum dimaksud, Pasek meminta nanti mengikuti saat sidang PK saja. “Selain kehilafan hakim, juga ada novum. Nanti ya, pas sidang saja,” katanya singkat.
Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa dengan hakim anggota Ni Made Oktimandiani dan Iman Santoso, Kamis (3/10) lalu, membacakan putusan kasus OTT Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana. Hakim menilai bahwa terdakwa terbukti melakukan pemerasan pada investor, sehingga terdakwa Riana dihukum pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta, subsider empat bulan penjara.
“Terdakwa Ketut Riana terbukti melakukan pidana korupsi secara berlanjut,” ucap hakim Pengadilan Tipikor Denpasar.
Dalam beberapa pertimbangan, majelis hakim menegaskan bahwa unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sudah terpenuhi. Kata hakim, I Ketut Riana selaku Bandesa Adat Berawa telah menerima insentif, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali maupun honorarium atau uang jasa dari APBD Kabupaten Badung.
Majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa I Ketut Riana adalah termasuk dalam kategori Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf c Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu sebagai orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah.
Pun soal menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, dalam pembicaraan antara terdakwa dengan Andianto Nahak T Moruk terdapat permintaan dari terdakwa atas uang sejumlah Rp10 miliar yang dimaksudkan untuk sumbangan ke Desa Adat Berawa, namun dari keterangan saksi I Wayan Kumarayasa dan saksi I Wayan Suarta diketahui bahwa permintaan uang sejumlah Rp10 miliar tersebut belum pernah dibicarakan dalam pertemuan/paruman desa adat, maupun paruman prajuru/pengurus Desa Adat Berawa.
Sehingga unsur pemaksaan dan melawan hukum juga sudah terpenuhi.
Hakim juga menilai berdasarkan bukti digital forensik, bahwa unsur paksaan meminta duit dari investor telah terbukti atau terpenuhi. Terdakwa Ketut Riana berkali-kali dan secara berulang-ulang menanyakan soal uang Rp 10 miliar pada saksi Andianto Nahak. Dan permintaan itu tidak pernah disampaikan oleh terdakwa dalam peruman adat. Namun dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui prajuru adat, dan perbuatan tersebut dinilai dapat mencoreng citra bendesa adat. (Miasa/Balipost)