
JAKARTA, BALIPOST.com – Setelah mencuatnya dugaan suap yang melibatkan hakim terkait dengan putusan lepas perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Badan Pengawasan Mahkamah Agung membentuk satuan tugas khusus (satgassus) untuk mengevaluasi hakim.
Juru Bicara MA Yanto saat konferensi pers di Media Center MA, Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (14/4), mengatakan bahwa pembentukan satgassus tersebut untuk mengevaluasi para hakim dan aparatur peradilan secara menyeluruh di wilayah hukum Jakarta.
“Bawas MA telah membentuk satgassus untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kedisiplinan, kinerja, serta kepatuhan hakim dan aparatur pada kode etik dan pedoman perilaku di empat lingkungan peradilan wilayah hukum Jakarta,” kata dia.
Sebagai upaya lainnya untuk mencegah hakim terlibat korupsi dalam pengurusan suatu perkara (judicial corruption), MA juga menyiapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotik bernama Smart Majelis.
Menurut Yanto, Smart Majelis tersebut sudah mulai diterapkan di tingkat MA. Sistem tersebut akan diperluas untuk diterapkan di seluruh pengadilan, baik tingkat pertama maupun banding.
“MA segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotik, Smart Majelis, di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, sebagaimana yang telah diterapkan di MA untuk meminimalisasi terjadinya potensi judicial corruption,” katanya.
Sebelumnya, Kejagung pada hari Minggu (13/4) menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di PN Jakarta Pusat.
Tiga hakim tersebut adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).
Dari hasil pemeriksaan, penyidik mendapatkan fakta bahwa ketiganya diduga menerima uang suap senilai miliaran rupiah melalui Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
MAN lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama pada hari Sabtu (12/4). Pada kesempatan yang sama, Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara juga ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, advokat MS dan AR yang mendampingi pihak korporasi dalam kasus korupsi CPO turut ditetapkan sebagai tersangka. Para advokat ini bersama dengan WG diduga memberikan suap dan/atau gratifikasi kepada MAN sebesar Rp60 miliar.
Pemberian suap dan/atau gratifikasi ialah dalam rangka pengurusan putusan perkara CPO agar majelis hakim memberikan putusan lepas.
Pada tanggal 19 Maret 2025, majelis hakim yang dipimpin DJU bersama dua anggotanya, ASB dan AM, menjatuhkan putusan lepas dalam perkara tersebut. (Kmb/Balipost)