
DENPASAR, BALIPOST.com – Perguruan tinggi di Bali, terutama perguruan tinggi swasta (PTS) kini menghadapi berbagai tantangan. Kehadiran perguruan tinggi asing (PTA) di Indonesia, khususnya di Bali dikhawatirkan menjadi pesaing berat bagi PTS. Selain itu, teknologi digital juga menjadi tantangan tersendiri bagi PTS.
Kondisi ini diakui oleh Ketua Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) Wilayah Bali, Prof. Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si.
Dikatakan, salah satu tantangan yang dihadapi PTS di Bali yakni keberadaan Perguruan Tinggi Asing (PTA) yang ada di Indonesia terutama di Bali. Pulau Bali menjadi pilihan untuk mendirikan PTA di luar Jakarta. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar proses perizinannya disesuaikan dan mengikuti aturan yang ada di tanah air.
“Jadi tidak boleh diam-diam atau sembunyi-sembunyi, tiba-tiba muncul. Karena kami PTS di Bali atau di Indonesia harus mengikuti aturan yang ketat,” tandas Prof. Wisnumurti dalam Musyawarah Wilayah ABP-PTSI Bali, di Kampus Universitas Warmadewa, Senin, (14/4).
Selain PTA, Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Provinsi Bali ini mengungkapkan bahwa teknologi digital juga menjadi tantangan bagi perguruan tinggi. Saat ini digitalisasi tidak dapat dihindari atau terhindar dari era tersebut. Namun demikian, dikatakan para pengurus ABP-PTSI dan pengurus yayasan yang ada di wilayah Bali sudah mulai menerapkan sistem pengelolaan atau sistem tata kelola yayasan dan sistem tata kelola perguruan tinggi yang berbasis digital.
Prof. Wisnumurti khawatir jika pengelola yayasan tidak bisa menggunakan sistem tata kelola digitalisasi ini akan sangat tertinggal. Menurutnya, di perguruan tinggi terdapat 18 sistem yang telah terkoneksi secara digital. Sebab, ini menjadi tuntutan dari LLDIKTI. “Misalnya pengurusan jabatan akademik, kalau dulu masih manual sekarang sudah tersistem. Jadi orang tidak lagi bisa main-main dengan data. Jadi harus dengan dukungan data yang akurat, kalau tidak akurat maka sistem akan mentakedown,” ujarnya.
Selain itu, era digitalisasi dan era 5.0 merupakan era di mana manusia tidak lagi dihadapkan pada kompetisi. Sebab, masing-masing memiliki asas dan ciri yang berbeda satu sama lain. “Maka yang harus kita lakukan adalah kolaborasi,” tegasnya.
Kepala LLDIKTI Wilayah VIII, I Gusti Lanang Bagus Eratodi mengatakan, keberadaan PTA tidak perlu dikhawatirkan.
Ia beralasan, setiap PTA wajib terdata di pangkalan data pendidikan tinggi (PDDikti). “PTA wajib memiliki izin dan hal itu otomatis memupus kekhawatiran kita. Data perguruan tinggi harus terdata PDDikti, harus ada di pangkalan data perguruan tinggi. Sehingga, Masyarakat tidak terjebak dengan perkembangan PTA di tanah air,” kata Lanang.
Sementara itu, Ketua Umum ABP-PTSI Pusat, Prof. Dr. Thomas Suyatno, mengatakan Indonesia tidak dapat menghindar dari keberadaan PTA atau Perguruan Tinggi Luar Negeri (PTLN). Sebab, Indonesia tergabung dalam WTO dan saat ini juga tergabung dalam BRICS.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas juga mengatur tentang PTA. Namun demikian, dalam UU Sisdiknas itu setiap PTA harus bekerja sama dengan PTS di Indonesia, tidak bisa langsung tanpa kerjasama.
Disebutkan, saat ini ada sejumlah negara yang mengajukan untuk mendirikan perguruan tinggi di Indonesia. Di antaranya berasal dari n
negara Amerika, Eropa, Kanada, Korea Selatan dan Thailand. “Namun, prosesnya harus tetap sama, mereka harus tunduk terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,” tegas Thomas Suyatno. (Ketut Winata/balipost)
Ket. Foto:
Prof. Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si.
I Gusti Lanang Bagus Eratodi
Prof. Dr. Thomas Suyatno
Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone