
DENPASAR, BALIPOST.com – Kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster yang melarang produsen air mineral untuk memproduksi dan menjual air minum dalam kemasan (AMDK) plastik berukuran di bawah 1 liter mendapat dukungan dari generasi muda.
Dukungan atas larangan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah tersebut datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Udayana (BEM Unud) dan BEM Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar.
Dalam audiensinya di Jayasabha, Denpasar Rabu (16/4) sore, jajaran BEM Unud lewat ketuanya, I Wayan Arma Surya Darmaputra mengatakan sangat mendukung larangan produksi AMDK di bawah 1 liter di Bali.
“Saya sangat mendukung program ini untuk mengurangi sampah plastik kita di Bali. Ini solusi konkret untuk Bali yang mana masalah sampah sudah jadi isu sejak lama,” ujar Arma dihadapan Gubernur Koster.
Arma pun mengharapkan kebijakan ini mampu memberikan dampak yang positif serta bisa dilaksanakan dalam jangka panjang. “Seperti sebelumnya kebijakan pembatasan tas kresek yang awalnya banyak dikeluhkan ternyata seiring berjalannya waktu jadi terbiasa,” ungkapnya.
Selain masalah sampah plastik, dalam kesempatan tersebut BEM Unud menyerahkan sejumlah kajian yang banyak fokus pada budaya, adat dan lingkungan dengan pandangan umum culture for tourism.
Selain itu, ada juga kajian -kajian yang menyoroti tentang makin minimnya penggunaan arsitektur khas Bali dalam bangunan dan rumah.
Dukungan juga datang dari BEM Undiknas yang melakukan audiensi dengan Gubernur Koster di Jayasabha, Kamis (17/4).
Ketua BEM Undiknas, IB. Bujangga Pidada menyampaikan dukungan sekaligus apresiasinya terhadap kebijakan yang dituangkan dalam SE Nomor 9 Tahun 2025 tersebut. “Kami dari BEM Undiknas menyampaikan apresiasi kepada kebijakan ini untuk menekan jumlah sampah plastik sekali pakai di Bali,” kata Bujangga.
Namun demikian, dirinya juga mengungkapkan bahwa dalam kajian yang dilakukan BEM Undiknas masih ada pro dan kontra di masyarakat Bali sendiri terkait kebijakan tersebut.

Sedangkan, masyarakat luar Bali termasuk Pemerintah Pusat memberikan dukungan atas terobosan Gubernur Koster tersebut.
“Masih ada 2 pandangan yang berkembang di masyarakat, dan intinya selain pembatasan botol plastik dan gelas plastik, juga diharapkan kebijakan untuk bisa menyelesaikan persoalan sampah rumah tangga, hingga memaksimalkan peran tempat pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) atau TPS3SR,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Koster mengaku sangat senang anak-anak muda bisa mengapresiasi kebijakan yang diambilnya tersebut. “Generasi muda saya lihat banyak yang mendukung kebijakan ini. Kebijakan ini juga sudah diakui Pemerintah Pusat dan sudah banyak diterapkan di luar negeri,” ujar Gubernur Bali 2 periode ini.
Koster melanjutkan kalau dibiarkan terus tanpa kebijakan konkret, maka lama- lama pariwisata Bali dianggap tidak nyaman bagi wisatawan dunia. “Kalau Bali bersih dari sampah plastik ‘kan cantik. Naik kelas dia (pariwisatanya,red). Anak anak muda senang, wisman juga melihat kebijakan ramah lingkungan kita makanya naik terus kunjungannya,” tandas Gubernur.
Wayan Koster mengakui Pemerintah Pusat justru mendorong untuk memperkuat kebijakan ini sekaligus mengubah perilaku masyarakat. “Saya bahkan didorong pemerintah pusat untuk bertahan pada kebijakan ini sekaligus mengubah perilaku masyarakat minum air. Bisa gunakan tumbler, atau tempat air lain dan pelopornya Bali untuk kebijakan ini,” ungkapnya.
Selain itu, Koster mengaku kebijakan pelarangan penjualan AMDK plastik di bawah satu liter merupakan sebuah momentum untuk penanganan sampah yang lebih masif.
“Di desa-desa kita akan lebih masifkan ini, lebih progresif lagi penangannya. Sudah ada role modelnya beberapa desa yang berhasil menangani sendiri sampahnya dengan metode penanganan sampah berbasis sumber. Jadi tinggal direplikasi saja ke desa-desa lain,” tandas Gubernur.
Terkait dengan pro dan kontra di masyarakat Bali khususnya, Pria asal Sembiran, Buleleng ini mengatakan hal tersebut adalah hal yang biasa dan dalam waktu berjalan akan ada penyesuaian atau perubahan gaya hidup masyarakat.
“Satu hal yang pasti, kalau tidak dilakukan maka ekosistem Bali akan semakin buruk, pariwisata Bali, citra Bali akan semakin buruk pula dan ini bisa jadi kampanye bagi negara-negara saingan kita di industri pariwisata. Namun yang saya lihat, ada tren anak-anak muda, adik-adik mahasiswa lebih banyak yang mendukung kebijakan ini,” ujarnya.
Tidak berhenti pada pelarangan penjualan AMDK di bawah 1 liter, Koster mengaku akan menyosialisasikan aturan itu dengan pelaku usaha serta mengundang mereka untuk bertatap muka langsung terkait jalannya SE tersebut. “Kita mendorong juga produsen air minum untuk mulai berinovasi dalam hal pengemasan. Seperti penggunaan botol kaca seperti yang telah diterapkan sejumlah produsen lokal,” pungkasnya. (kmb/balipost)