Jelang Galungan, umat Hindu telah mendirikan penjor pada Senin (21/4). (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Menjelang Hari Raya Galungan, semangat warga Bali dalam melestarikan tradisi pembuatan penjor tetap dilakukan.

Meskipun harga beberapa bahan penjor mengalami kenaikan cukup signifikan.

Beberapa warga bahkan tetap memilih membuat penjor secara mandiri sebagai bentuk wujud syukur sekaligus partisipasi dalam yadnya.

Angga (22), warga Desa Dapdap Putih, Busungbiu, Buleleng, mengaku selalu membuat penjor sendiri sejak 2017. Baginya, membuat penjor bukan hanya soal kewajiban tradisi, tetapi juga bentuk seni dan kepuasan pribadi.

“Menurut saya membuat penjor juga sebuah kesenangan dan kepuasan, saya selalu membuat sendiri penjor untuk galungan dari 2017. Kepuasan mungkin menjadi pemicu utama mengapa saya gemar membuat payasan penjor sendiri dari nol dari pada memesan jadi,” ujarnya.

Baca juga:  Jelang Galungan, Warga Bangli Mulai Serbu Penjual Sarana Upakara dan Penjor

Selain untuk kepuasan pribadi, ia juga meyakini simbolisasi pembuatan penjor itu. Jika memang benar dikatakan bahwa penjor merupakan simbol persembahan rasa syukur terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kemakmuran yang sudah diberikan.

“Saya ingin menunjukan rasa syukur tersebut dalam sebuah karna penjor yang saya buat dengan sungguh sungguh,” ujar Angga via WhatsApp, Senin (21/4).

Angga juga menyampaikan bahwa meski banyak bahan penjor mengalami kenaikan harga, ia tidak terlalu terdampak karena sejak 2022 sudah menggunakan bahan-bahan alam seperti busung (daun kelapa muda) dan selepan (daun kelapa tua) yang dikumpulkan langsung dari kebun.

Baca juga:  Bupati Karangasem Ucapkan Selamat Galungan dan Kuningan

Namun, ia mencatat kenaikan harga daun lontar cukup signifikan di desanya yaitu Desa Dapdap Putih Busungbiu Buleleng, dari Rp50.000 menjadi Rp90.000 per ikat.

Untuk pembuatan penjor secara mandiri, ia hanya menghabiskan dana di bawah Rp200.000. Namun jika membeli semua bahan, biayanya bisa tembus Rp700.000.

Senada dengan Angga, Gek Dewi (21), warga Desa Adat Cau Tua, Marga, Tabanan, juga memilih membuat penjor sendiri. Baginya, penghematan dan nilai spiritual adalah alasan utama.

“Tentu setiap perayaan galungan pasti ada kenaikan harga yg disebabkan dengan keterbatasan alat dan bahannya sendiri, seperti kelapa,” ungkapnya.

Baca juga:  DPO Pembunuhan Ditangkap di Pelabuhan Benoa

Ia memperkirakan biaya pembuatan penjor tahun ini berkisar Rp150.000, tergolong hemat dibanding membeli penjor jadi.

Sementara itu, Luh Nik (20), warga Banjar Tengah, Marga mengaku setiap tahun membuat penjor sendiri agar merasakan langsung semangat hari raya. Menurutnya, harga ambu dan padi juga naik, meski tidak terlalu signifikan.

Ia menduga biaya transportasi turut memengaruhi harga bahan tersebut. “Tentunya ada, harga ambu dan padi. Namun tidak terlalu mahal mungkin karena faktor di transportasi yang membuat naik,” ujarnya. (Andin Lyra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *